Jumat, 27 November 2009

CATATAN UNTUK PRO-KONTRA HUKUM ROKOK



Tinjauan Sejarah
Rokok tidak dikenal dalam Islam awal. Konon, manusia pertama yang merokok adalah suku Indian di Amerika, sebagai ritual khusus memuja dewa atau roh. Di abad 16, saat Eropa menemukan benua Amerika, sebagian penjelajah ikut-ikutan mencoba menghisap rokok yang kemudian dibawa ke Eropa. Akhirnya, rokok menjadi tren di Eropa pada tahun 1492. Rodrigo De Jares mulai membuka pabrik rokok di Kuba, yang kemudian pada tahun 1556-1558 mulai diperkenalkan ke Prancis, Spanyol dan Portugal. Pada abad 17, para pedagang Spanyol masuk ke Turki, dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk ke negara-negara Islam.

Tinjauan Medis
Ijmâ’ (konsensus) dokter-dokter di seluruh dunia tentang rokok adalah: rokok membahayakan. Ada beberapa jenis racun yang membahayakan pada perokok. Di antara efek yang dumunculkan adalah penyakit kanker, jantung, pernapasan, pencernaan, gangguan kehamilan, dan emfisema. Peringatan Pemerintah yang tercamtum pada bungkus rokok mewakili efek-efek yang dimunculkan rokok.

Racun yang terkandung dalam rokok kurang lebih 4000 elemen-elemen, dan setidaknya 200 di antaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.

Sulitnya, ketika lingkungan sudah tercemari oleh asap rokok ternyata sangat berisiko terhadap perokok pasif. Sebuah riset di Inggris membuktikan bahwa lebih dari empat ribu orang Inggris terbunuh gara-gara menjadi perokok pasif setiap tahunnya. Angka ini membuat para ilmuan terhenyak dan memaksa profesionalisme kesehatan untuk memberlakuan larangan merokok di tempat-tempat hiburan, tempat-tempat umum maupun di kantor. Sebagian besar yang terkena kasus tersebut bukanlah perokok. Mereka hanyalah orang yang selalu berada di dekat perokok. Sekitar 3.000 orang meninggal dengan usia kurang dari 65 tahun dengan kangker paru-paru, penyakit jantung dan stroke.

Gambaran baru tentang angka-angka ini empat kali lebih tinggi daripada data sebelumnya. Menurut perkiraan sebelumnya, sekitar 1.000 orang di Inggris setiap tahunnya akan terbunuh hanya karena menghirup asap rokok. Ditambahkan lagi, lingkungan penuh asap rokok di pub, bar, restoran dan tempat umum lainnya benar-benar merusak pekerja serta orang lain.

Tinjauan Fikih
Terjadi perbedaan di kalangan fuqahâ’ (para pakar fikih) terkait dengan hukum rokok; haram, mubah, dan makruh. Perbedaan ini lebih didasari karena rokok memang tidak pernah dikenal di Islam awal. Apalagi dalam kalangan fikih terjadi perbedaan dalam menentukan hukum asal dari suatu perkara, apakah halal atau haram. Di antara ulama yang mengatakan mubah adalah Syekh Ali al-Ajhuriy al-Malikiy. Bahkan ia menulis sebuah risalah yang menghukumi halal rokok, yang di dalamnya memuat fatwa-fatwa ulama dari kalangan empat madzhab. Imam al-Babili mengatakan bahwa esensi merokok hukumnya halal, sedangkan keharamannya disebabkan hal eksternal. Syekh Sulthan al-Mazzahi juga mengatakan demikian, rokok tidaklah sampai haram bahkan tidak Makruh, dan pendapat ini diperkuat oleh Imam Sabramallisi.

Sayid Abdul Ghani an-Nablusiy juga menghukumi mubah. Ia menulis sebuah riasalah berjudul ash-Shulhu Baina Ikhwân fî Ibâhahati Syurbid-Dukhân. Di sini an-Nablusiy menyerang ulama yang menghukumi haram atau makruh. Ia menulis, “Haram dan makruh adalah hukum syariah yang keduanya harus memiliki tedensi yang kuat, dan tidak ada dalil yang jelas mengenai rokok. Sebab, sifat memabukkan dan membahayakan pada rokok masih subyektif. Bahkan di dalamnya juga terdapat manfaat bagi penggunanya.”

Senada dengan an-Nablusiy adalah asy-Syaukaniy dalam Irsyâdus-Sâ’il Ilâ Adilatil-Masâ’il. Karena tidak ada dalil yang jelas atas keharaman rokok, dan ia bukan benda yang memabukkan dan beracun, serta tidak membahayakan secara cepat atau lambat. Asy-Syaukani menulis, “Orang yang mengatakan rokok haram harus menampilkan argumennya dan tidak cukup hanya mengatakan kata ini dan itu.”

Pernyataan asy-Syaukani ini mendapat reaksi dan ditanggapi oleh Abul ‘Ala al-Mubarakfuri. Dalam Tuhfatul-Ahwadzi, al-Mubarakfuri mengatakan, memang betul bahwa asal dari setiap sesuatu adalah halal jika memang tidak ada dalil yang melatarinya. Akan tetapi jika memang benda itu memiliki dampak negatif secara cepat atau lambat, tentunya masalahnya lain. Kenyataannya, orang yang makan tembakau dan menghisap asapnya memiliki reaksi negatif yang cepat. Bahkan, al-Mubarakfuri menantang orang yang ragu tentang hal itu dengan disuruh memakan seperempat dirham atau seperenam dirham tembakau. Kemudian lihatlah reaksinya, bagaimana kepalanya akan mumet, pandangannya akan kabur dan tidak akan mampu mengerjakan sesuatu. Ia tak akan bisa berdiri atau berjalan. “Ini menjadi bukti jelas bahaya tembakau, tanpa diragukan lagi,” tulis al-Mubarakfuri.

Setidaknya, al-Mubarakfuri mewakili ulama yang mengatakan rokok adalah haram. Di antara Imam yang juga keras memfatwakan haram adalah al-Qurthb Sayid Abdullah al-Haddad dan Allamah Ahmad al-Hadwan. Begitu juga al-Quthb Ahmad bin ‘Umar bin Smith dan lainnya. Al-Habib al-Imam al-Husain bin asy-Syekh Abi Bakr bin Salim sangat melarang merokok. Beliau berkata, “‘Aku khawatir para perokok yang tidak mau bertaubat sebelum meninggalnya mati dalam keadaan sû’ul khâtimah.”

Hukum tengah dari dua kontrofersi ini adalah makruh, dan menurut Syekh Isma’il Zain yang mu’tamad di kalangan Syafi’iyah adalah Makruh Tanzîh. Setidaknya, mewakili ulama yang mengatakan hukum ini adalah Abu Sahal Muhammad bin al-Wa'idz al-Hanafi. Adapun alasan atas kemakruhan rokok lebih disebabkan hal-hal yang dimunculkan dari rokok, seperti bau tidak sedap, dapat melalaikan kepada ibadah dan menggunakan harta pada hal yang kurang bermanfaat. Al-Wa’idz kemudian berkomentar, “Dalil tentang kemakruhan rokok adalah qath'î (pasti), sedangkan dalil tentang keharamannya masih dzanni (spekulatif). Semua yang berbau tidak sedap adalah makruh. Bawang dan rokok termasuk di dalamnya.”

Meski ulama berbeda pandangan antara halal dan haram, dan itu memang merupakan realita di kalangan madzhab empat, tapi jika ternyata penggunaan rokok menyebabkan terjadinya mudharat pada akal atau badan pemakainya, maka merokok haram baginya, sebagaimana haramnya madu bagi penderita panas yang dapat membahayakan pada tubuhnya. Dan, jika dijadikan obat, maka hukumnya boleh, bahkan bisa jadi sunat, sebagaimana berobat dengan benda najis.

Tinjauan Etika
Mungkin sementara waktu kita memiliki pandangan sesuai dengan khilafiyah di kalangan ulama, sehingga kita bisa beralasan mengikuti ulama yang menghukumi mubah. Namun ada sisi lain yang juga perlu diperhatikan ketika menyangkut hak orang lain yang mungkin terganggu dengan kepulan asap rokok yang dihembuskan. Dalam hal ini, menyakiti orang lain tentunya tidak ada kaitannya dengan hukum mubah menghisap rokok. Apalagi riset medis jelas membuktikan bahaya bagi perokok pasif.

Maka, sangat tepat sikap tegas pemerintah atas pelarangan merokok di tempat-tempat tertentu karena ada maslahah yang bersifat umum. Kejadian seperti ini pernah terjadi di Mesir. Wakil Presiden Mesir melarang rakyatnya untuk merokok di jalan umum dan kafe. Ternyata banyak orang yang menyalahai aturan pemerintah itu. Asy-Syarwaniy menghukumi wajib taat pada perintah imam yang melarang menghisap rokok di tempat-tempat tertentu. Asy-Syarwaniy menghukumi durhaka (‘âshin) terhadap orang yang menyalahinya perintah tersebut. Demikian pula menurut al-Bujairamiy. Sebab, dalam pelarangan itu ada kemaslahatan umum.

Terlebih lagi, meski dalam fikih rokok dikenal khilâf, tapi pandangan etika ada beberapa catatan yang harus diperhatikan. Sebab, ulama juga sepakat bahwa merokok bisa melahirkan hukum haram disebabkan faktor eksternal. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Syekh Isma’il Utsman Zain, di antara faktor yang menyebabkan haramnya merokok adalah berada di depan orang yang membaca al-Qur’an, Hadits Nabi, di masjid, majlis ilmu atau di tempat-tempat yang dinilai sû’ul adab jika merokok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar